Selasa, 19 April 2011

TETESAN AIR DARI SURGA

TETESAN AIR DARI SURGA
Oleh : Lailatul Rosyidah
Terik mentari yang gersang menghiasi siang yang cerah pada hari ini. Pembelajaran di sekolagh telah berakhir, jam menunjukkan pukul 13.10. Terhenyak pikiran mengingat Yang Maha Agung.
“Alhamdulillah Ya Allah…. UTS ku telah usai, terima kasih atas segala nikmat-Mu Ya Rabb.”
Terngiang di kepala Doni untuk segera pulang, tapi panasnya amtahari seolah menjadi baban baginya untuk melangkah. Akhirnya ia memutuskan untuk sholat di masjid depans ekolah terlebih dahulu.
Tali sepatu telah terlepas dari tempatnya, perlahan melangkah, berjalan melintasi tiang-tiang raksasa menghiasi teras rumah Allah, terlihat papan berjejer-jejer seolah menjadi pembatas antara makhluk-makhluk Allah. Dengans egera ia mengambil air wudlu dan kembali untuk sholat.
Dengan khusyuk dan bersahaja ia memohon kepada Sang Khalik. Hanya berkah dan ridla-Nya yang ia harapkan. Kasih sayangnya bagaikan surga dunia yang didapat. Senandung-senandung dzikir senantiasa mengalun di bibir mungilnya, tak ada yang dapat ia pikirkan kecuali keagungan-Nya lah yang menjadi pelita dalam hidup semua makhluk. Terucap lirih……….
“Ya Allah Ya Rahman…. Hanya limpahan kasih Mu yang kuharapkan…. Meskipun aku hanya hidup sebatang kara, aku akan tetapmencari ilmu-Mu Ya Allah…. Oleh karena itu, ridlailah niatku ini. Amin.”
Segera Doni bergegas untuk pulang menempuh perjalanan 2 km dengan berjalan kaki menjadi aktifitas sehari-harinya. Semangatnya sungguh besar, hanya bermodalkan keikhlasan ia melangkahkan kaki dalam menuntut ilmu.
Panas amtahari menusuk hingga tulang, perlahan-lahan menghiasi gemuruh hatinya yang tak karuan. Keringat bercufuran, kerongkongan kering menjadi saksi perjalanan hidupnya.
Di perjalanan ia melihat penjual cendol keliling. Ia berfikir mungkin cendol ini dapat menambah semangat dalam perjalanan. Kemudian ia merogoh uang dalam sakunya yang hanya 500 rupiah.
“Alhamdulillah………ternyata uang yang kemarin masih ada.”
Ketika Doni akan meneguk sekantung plastik minuman itu, seorang nenek tua tertatih-tatih dalam jalannya menghampiri Doni dengan penuh harapan agar Doni dapat membagikanminuman tersebut kepada nenek tua. Tanpa berfikir panjang, Doni memberikannya.
“Ini Nek, saya punya minuman sedikit. Mungkin nenek lebih membutuhkannya.”
“Terima kasih nak…. Kamu baik sekali, pasti semua orang membutuhkanmu.”
Kemudian Doni meneruskan perjalanan dengan kerongkongan yang tandus seperti sebelumnya. Tapi ia tetap bahagia karena setidaknya ia lebih beruntung dari pada nenek tua tadi. Setelah ia rasa cukup lelah dalam perjalanannya ia berteduh di bawah pohon di atas bukit yang biasa ia buat berteduh setiap hari. Dengan pikiran dan hayalan yang bercampur aduk menghiasi hatinya.
“Andai saja kelak bisa menjadi seperti Haji Ihsan…. Subhanallah….”
Haji Ihsan adalah orang yang membantu Doni. Setiap hari Doni cukup memberi makan ternak beliau. Sebagai gantinya Doni bisa bersekolah, ia juga tinggal di kamar belakang rumah haji Ihsan.
Tanpa ia sadari sesosok anak kecil penjual minuman keliling menghampirinya sambil memberikan minuman.
“Hai Kak…….. apakah kamu haus?”
“Oh….tidak, terima kasih. Saya tidak punya uang.”
“Tidak apa-apa Kak….daganganku sudah habis, ini tinggal sisanya dua untuk kita.”
“Terima kasih, kamu baru pulang sekolah?” tanya Doni sambil meneguk air mineral tadi.
“Saya tidak sekolah, saya harus membentu nenek saya yang sudah tua.”
Terhenyak Doni berpikir betapa beruntungnya ia dalam kehidupannya. Tanpa ia sadari masih banyak orang yang menderita dari pada dia.
“Dek…….rumahmu…..”
Ternyata dia sudah pergi entah ke mana. Doni terrenyuh…. “Apakah ini adalah tetasan air yang Engkau berikan dari surga?”
“Alhamdulillah……….”
Dengan penuh semangat Doni bergegas melanjutkan perjalanannya untuk pulang dan meladang. Ia merasa bahwa Allah senantiasa menyertai orang-orang yang sayang pada-Nya.


"cerpen ini telah dimuat di MPA pada bulan Februari edisi 293"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar