Selasa, 19 April 2011

THE BEST PERSAMI

THE BEST PERSAMI
Oleh : Lailatul Rosyidah
Matahari bersemangat menyinari bumi yang mulai gersang. Semilir angin, panas, kering, tandus, itulah yang mereka rasakan. Sejenak Husna merasakan keteduhan dihatinya melihat semua teman-temannya mempersiapkan peralatan MOS untuk sekolah barunya.
“Besok waktunya Persami. Semoga saja berjalan lancar meskipun panas gini cuacanya.” Bergemang di bawah pohon cemara, menikmati cuaca yang panas diterpa semilir angin yang berhembus.
“Hey … Na. Ngapain lho …?”
“Eh … lho Ra … nggak, ini lho besok Persami?”
“E … hem, males banget aku pake’ persami-persami segala.”
“Iya sih … aku juga males bangets … ya … mau gimana lagi, kerjain aja dech …”
“Yo’i … paling cuma sehari”
“Eh … pulang yuk! Aku laper …”
Fira dan Husna memang berteman akrab. Tapi sayang mereka tidak satu sekolah lagi. Karena tekanan batin tersebut. Husna dan Fira adalah anak yang super aktif. Mereka sejak taman kanak-kanak sudah bersama. Wajar jika SMA ini mereka belum rela untuk berpisah.
Ayam jantan mulai mendendangkan lagu-lagunya. Sejenak Husna membuka matanya. Memulai aktivitasnya dengan penuh semangat.
“Ya … aku harus semangat ke sekolah baruku, aku harus bisa berbagi cerita dengannya, walaupun untuk … yang terakhir kalinya.”
Setelah Husna menyelesaikan urusannya, ia langsung pulang sampai di rumah ternyata Fira sudah menunggu di depan pintu rumah Husna. Dengan membawa tas besar berisi pakaian dan perlengkapan lainnya, wajah sayup-sayup.
“Cha … thanks buat semua …”
Tak kuasa menahan air matanya, semakin deras dan akhirnya mereka berpelukan.
“Ra … mengapa kamu tidak sekolah bersamaku saja?”
“Sudah … kita harus mandiri, kapan kita mandiri kalau kita begini terus?”
Setelah Fira berpamitan, ia pun berangkat bersama pamannya. Air matanya terus menganak sungai. Begitu pula dengan Husna. Baginya adalah friend is a valuable in her live.
Sinar matahari menerobos semangat Husna. Setelah berbenah, Ia langsung bergegas ke kebun, di bawah pohon cemara ia duduk termenung, mengingat masa-masa bersama Fira.
“Ra … kamu disana sedang apa? Apa perasaanmu sepertiku?”
Serentak Husna mengingat bahwa nanti sore ia harus ikut persami. Tak lama ia berbenah-benah, ia langsung berangkat dan sepuluh menit kemudian apel pembukaan persami dilaksanakan.
Setelah shalat, Ia dan teman-teman barunya melaksanakan aktivitas-aktivitas persami. Pendiam, pemurung, pelamun, itulah sosok Husna yang sekarang. Hingga akhirnya acara renungan malam tiba. Dalam acara itu Ia menemukan seorang teman, ia baik, rajin, dan pengertian. Ia sering membantunya, apapun itu. Husna teringat dengan sahabatnya Fira yang pernah diceritakan kepada teman barunya, namanya adalah Farah.
“Hey … aku Farah …?
“Oh … ya … aku Husna”
“Hay … kamu kenapa? Ko’ murung githu?”
“Eh … nggak, nggak ada apa-apa kok.”
“Kamu jangan bohong, pasti ada sesuatu. Kamu cerita saja sama aku, aku bukan tipe orang yang ember kok”
“Ah … kamu bisa aja”
Dengan adanya Farah, hati Husna mulai tenang dan tidak menjadi seorang pemurung lagi. Hingga saat itulah Farah dan Husna berteman akrab karena mereka berada di satu kelas bahkan satu bangku.

“The End”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar